Terorisme adalah tindakan yang melibatkan unsur kekerasan atau menimbulkan efek bahaya bagi kehidupan manusia. Menurut Black’s Law Dictionary, kegiatan terorisme bermaksud mengintimidasi penduduk sipil, mempengaruhi kebijakan pemerintah serta mempengaruhi penyelenggaraan Negara dengan cara pembunuhan.
Muladi dalam “Hakekat Terorisme dan Beberapa Prinsip Pengaturan dalam Kriminalisasi”, (Jurnal Kriminologi Indonesia FISIP UI, vol 2 no III, Desember 2002), menjelaskan bahwa terorisme adalah perbuatan kekerasan atau ancaman kekerasan yang berkarakter politik dengan mengharapkan akan munculnya rasa takut, perubahan radikal politik dan tuntutan HAM.
Kekerasan bisa saja terjadi tanpa adanya teror terlebih dahulu, tapi tidak akan ada teror tanpa kekerasan. Korban dari tindakan teror adalah orang yang tidak bersalah karena kelompok teroris memiliki maksud ingin menciptakan sensasi agar masyarakat luas memperhatikan apa yang mereka perjuangkan.
Agama Islam mengajarkan kepada umatnya untuk tidak melakukan tindakan teror kepada siapapun. Kedamaian, itulah syiar islam yang dicontohkan oleh rasulullah saw pada masa hidupnya. Fenomena teror yang terus berkembang pada masa modern saat ini merupakan salah satu bentuk propaganda kalangan tertentu.
Usamah, begitulah masyarakat dunia mengenal sosok dari pimpinan Al-Qaidah yang bernama lengkap Usamah bin Ladin. Nama Usamah melejit ke permukaan sejak terjadinya peristiwa hancurnya gedung WTC dan Pentagon yang mana ia dituduh sebagai otak dari aksi pada peristiwa tersebut. Peristiwa yang terjadi pada 11 september 2001 yang menewaskan lebih dari 3000 jiwa ini telah menyita perhatian masyarakat dunia. Banyak yang berargumen bahwa peristiwa tersebut ialah bentuk kekejaman orang Islam yang diwakili oleh bin Ladin tapi tidak sedikit pula yang beranggapan bahwa ini merupakan salah satu bentuk skenario Amerika dan Zionis Israel.
Selama lebih dari 10 tahun pemerintah AS melakukan pengejaran terhadap bin Ladin ke seluruh penjuru dunia. Sangat aneh, negara yang dikenal dengan kecanggihan teknologinya itu ternyata tidak bisa menemukan satu orang Usamah dalam jangka waktu yang amat lama. Terlepas dari spekulasi yang mengatakan bahwa bin Ladin adalah “boneka Amerika”, pengejaran Usamah tersebut bagaikan skenario film yang dimainkan dalam panggung nyata. Usama, yang dulunya merupakan “binaan” Badan Intelijen Pusat Amerika (CIA) pada tahun 1980 untuk melawan Soviet, kini mereka justru memerangi hasil binaannya sendiri dengan mengecap sebagai “teroris” dunia.
Jika ada pelaku teror sudah bisa dipastikan ada pula orang atau kelompok yang diteror. Tindakan teror memang tidak selamanya berwujud kekerasan tapi selalu identik dengan kekerasan.
Namun yang harus diingat, istilah teror, teroris, saat ini tergantung siapa yang menyebut dan siapa punya yang menyematkan. Karena di situ sarat adanya kepentingan.
Penindasan kemanusiaan yang terjadi di bumi Palestina adalah salah satu bentuk teror yang dilakukan oleh tentara Zionis-Israel. Namun faktanya, Amerika –yang “katanya” negara adikuasa– tidak mau menghentikan tindakan teror tersebut.
Bahkan sebaliknya, pejuang Hamas yang membela negaranya dari jajahan Zionis-Israel, dilabeli/dicap sebagai “teroris”. Giliran ketika WTC hancur dengan pelaku yang tidak bisa dibuktikan itu, Amerika seperti kebakaran jenggot kemudian melakukan pencarian dalang “teror” dari peristiwa tersebut.
Terorisme berlevel dunia sangat identik dengan kekerasan yang dilakukan atas nama politik Negara (state terorism). Meminjam pernyataan Syafi’i Ma’arif bahwa Amerika berada dalam kendali Israel yang melegalkan segala cara untuk membumihanguskan tanah Palestina. Negara lain seakan dibungkam dan diikat untuk tidak memihak dan tidak bersuara kepada negara tertindas.
Coba bandingkan angka “teror” Amerika terhadap negara lain dibanding 3000 korban WTC. Berapa ribu korban di Panama, Vietnem, di Iraq dan di Afghanistan setelah keterlibatan pasukan Amerika di wilayah tersebut.
Teroris Perspektif Penindas
Tertindasnya negara Islam dengan segala propaganda Amerika dan Zionis sepertinya telah menghapus kata “teror” dalam setiap tindakan mereka.
Pembantaian yang mereka lakukan adalah bentuk pembelaan yang legal dan wajib dilakukan dengan mengatasnamakan keadilan dan perdamaian menurut mereka.
Terorisme yang sering digembor-gemborkan saat ini tidak bisa dilepaskan begitu saja dengan orang yang mengikrarkannya. Jika yang menuduhkan terorisme tersebut adalah Amerika dan sekutunya kepada kalangan umat Islam, sebaiknya kita (sebagai orang yang berfikir) hendaknya mengkaji terlebih dahulu apa dasar Amerika sebagai negara adikuasa yang menuduhkannya kata teror tersebut.
Jika kita memperhatikan sejarah kepemimpinan negara Amerika, Geoge W Bush sewaktu masih menjabat sebagai pimpinan negara Amerika pernah mengatakan bahwa ia siap menjadi pimpinan “perang salib modern” yang tidak lain objeknya yaitu umat Islam. Hal ini diwujudkannya dengan penindasan di negara-negara timur tengah dengan dalih sedang memerangi “terorisme”.
Dengan meninggalnya ratusan jiwa di tanah timur tengah tersebut, apakah tidak pantas jika kita menyematkan kata “teroris” itu untuk negara yang jelas-jelas telah melakukan tindakan teror atas nama politik negara yaitu Amerika dan sekutunya?
Semakin lama tentara Amerika berada di Afghanistan semakin banyak pula korban dari umat Islam yang dibantai di sana. Fakta yang sudah jelas terjadi dan dilakukan atas nama memerangi terorisme ini sebenarnya sudah sangat cukup dijadikan bukti bahwa Amerika sedang melakukan tindakan teror terhadap warga Afghanistan dengan cara menindas.
Amerika dan sekutunya adalah “teroris” atas nama pelaku penindasan. Mereka menindas dengan memutar balikkan fakta seakan-akan Amerika kini sedang tertindas atas aksi teror kelompok Islam. Tapi, sayangnya sudut pandang publik saat ini sepertinya berhasil dikuasi Amerika dengan tersematnya kata “teroris” pada tubuh kelompok yang sedang memperjuangkan kebenaran.
Teroris Perspektif Tertindas
Jika kita menggunakan kaca mata Amerika maka kita akan melihat bahwa Usamah bin Ladin adalah “teroris” dunia. Namun, pernahkah kita menggunakan kaca mata kita sendiri untuk melihat fakta yang sedang terjadi. Sudah 10 tahun lamanya kita menganggap bahwa Usamahbin Ladin adalah teroris yang sangat berbahaya. Tapi, kita tidak pernah menganggap tindakan Amerika di bumi Islam justru lebih berbahaya daripada Usamahitu sendiri.
Usamah memang bukan pimpinan umat Islam, tapi yang mendasari Usamah melakukan itu adalah segala kebijakan Amerika dan sekutunya terhadap dunia Islam. Usamah adalah orang yang mewakili rakyat Muslim yang tertindas. Ia berjuang dengan caranya sendiri yang ia yakini mampu menghancurkan kekuatan Amerika dan sekutunya. Keberanian seperti inilah yang harus kita budayakan, yaitu keberanian untuk bertindak secara benar. Bukan keberanian bersuara mendukung pelaku “terror” atas nama keadilan semu.
Amerika menganggap Usamah sebagai “teroris” untuk menyembunyikan prediket teroris yang disandangnya sendiri. Namun, yang perlu kita ketahui bersama yaitu Usamah memperjuangkan keadilan di bumi Islam yang sedang dijajah oleh musuh, bukan untuk memerangi orang yang tidak bersalah dan tanpa alasan. Anehnya, kita tanpa sadar telah ikut-ikutan menyematkan kata “teroris” tersebut pada kalangan yang tertindas dan bukan atas penindas.
Kabar terbaru tentang teroris dunia yaitu terbunuhnya Usamah bin Ladin pada 01 Mei 2011 di Pakistan, di mana Negara-negara yang merasa dirugikan atas aksi Usamah turut bersuka cita merayakan kematiannya.
Karena kata “teroris” terlanjur tersemat dalam diri Usamah, Duta Besar AS untuk Indonesia, Scot Marciel dengan bangga menyatakan bahwa dunia kini lebih aman dengan meninggalnya Usamah. Apakah memang demikian? Mari kita tunggu saja skenario apalagi terbaru ala Amerika dan sekutunya pada Islam.
Namun paling tidak, sebagai rakyat dari negara kecil bisa menerka, bahwa Amerika dengan semboyan penegak keadilan dunia, bahwa “perang melawan teror” ini akan mendapatkan keuntungan Amerika; “Mengusai minyak di wilayah Timur Tengah, menghancurkan citra Islam, mata uang dolar tetap aman, dan alat-alat perang Amerika menjadi laku.”
Maka, jika kita terus ikut-ikutan menyematkan kata “teroris” pada bagian dari umat Islam sendiri, tanpa sadar kita juga ikut melanggengkan Amerika dalam merealisasikan targetnya tersebut. Istilah Ahmad Syafi’i Ma’arif, kita tengah terperangkap skenario negara adikuasa agar umat Islam melakukan kekerasan supaya nantinya memunculkan cap “teroris” di dalam kubu umat Islam. Selanjutnya, secara tidak langsung Amerika pada akhirnya nanti akan lebih leluasa memerangi umat Islam di seluruh belahan dunia.
Maka janganlah kaget, jika kelak Anda menyebut “teroris” sesungguhnya yang Anda sebut adalah “pejuang” Islam. Semoga kebenaran cepat terungkap dan keadilan bisa berdiri tegak. Wa’Allahu a’lamu bi as-showab
Artikel ini telah dimuat di Detik.com pada Agustus 2011