Kurikulum Pendidikan Islam dalam Proses Pendidikan Akhlak di Pesantren

Proses Pendidikan di Pesantren

Kurikulum pendidikan Islam merupakan perangkat pembelajaran. Kurikulum memiliki  dua pengertian. Pertama tradisional, kedua modern. Secara tradisional, kurikulum diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan peserta didik di sekolah untuk memperoleh ijazah. Sementara secara modern, kurikulum diartikan sebagai semua kegiatan dan pengalaman potensial (isi/materi) yang telah disusun secara ilmiah baik yang telah tersusun secara ilmiah baik yang terjadi di dalam kelas, di halaman sekolah muaupun di luar sekolah atas tanggungjawab sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan. (Zainal Arifin, 2011, p.3-5).  

Pengertian Kurikulum

Istilah kurikulum berasal dari bahasa Latin yaitu “curriculum”, dan pada awalnya kurikulum mempunyai pengertian “a running course”, dimana dalam bahasa Perancis disebut “couries” berarti “to run/berlari”. (Abdullah Syukri Zarkasyi, 2005, p.78).  Pada tahun 1955 istilah kurikulum baru digunakan, tetapi hanya sebatas dalam bidang olah raga saja.

Dalam kamus Webster dikatakan bahwa kurikulum adalah alat yang membawa orang dari start sampai finish. Sedangkan dalam studi kependidikan Islam istilah kurikulum menggunakan kata manhaj yang berarti jalan yang terang atau jalan yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupannya. Istilah itu kemudian digunakan untuk sejumlah mata pelajaran (courses) yang harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar penghargaan dalam dunia pendidikan yang dikenal dengan ijazah, sebagaimana yang telah dikenal oleh masyarakat kebanyakan.

Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan komponen-komponen pendidikan dan pengajaran yang sistematis. (Abdullah Syukri Zarkasyi, 2005, p.141). Para pemikir pendidikan memiliki ragam dalam menentukan jumlah komponen tersebut, sebagaimana Soetopo dan Soemanto (1993:26-38) membagi komponen kurikulum dalam lima komponen yaitu : tujuan, isi dan struktur program, organisasi dan strategi, sarana, dan evaluasi, yang mana digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar (KBM) pada sekolah yang bersangkutan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Ditinjau dari sistem pendidikan di Indonesia maka akan ditemukan rancangan kurikulum yang digunakan sebagai acuan untuk mengatur pendidikan nasional (kurikulum nasional). Kurikulum nasional disusun sesuai dengan jenjang pendidikannya masing-masing dengan selalu memperhatikan: Peningkatan iman dan takwa, Peningkatan akhlak yang mulia, Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik, Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan, dan Dinamika perkembangan global.

Hal tersebut sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Djojonegoro (1995:2), mengenai tiga aspek pengembangan yang dicanangkan oleh pendidikan nasional, yaitu: Aspek spiritual dan imtaq (keimanan, ketaqwaan, berbudi pekerti luhur).

  1. Aspek budaya (kepribadian yang mantap dan mandiri, tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan)
  2. Aspek kecerdasan (cerdas, kreatif, trampil, disiplin, etos kerja, professional, produktif).

Dalam konteks pengembangan kurikulum seperti yang diutarakan di atas perlu adanya upaya untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya manusia yang bertujuan membentuk manusia seutuhnya yang sesuai dengan bimbingan nilai-nilai ilahiyyah. Selain itu, ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum, di antaranya adalah:

  1. Fleksibelitas program, artinya dalam pembuatan program harus memperhatikan kondisi anak dari segala segi.
  2. Berorientasi pada tujuan yang hendak dicapai dengan mengingat bahwa tujuan belajar dalam pendidikan Islam adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT.
  3. Kontinuitas dalam pembuatan kurikulum harus berkesinambungan, yaitu, saling menunjukkan adanya keterkaitan antara ilmu yang satu dengan yang lainnya.

Dasar kehidupan adalah pandangan hidup (worldview), T.S. Elit (lihat Du Bois,1979:14) menyatakan bahwa pendidikan yang amat penting itu tujuannya harus diambil dari pandangan hidup. Al-Attas menghendaki tujuan pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang baik, Marimba (1964:39) berpendapat bahwa tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya kepribadian muslim, menurut Al-Abrasyi (1974:15) tujuan akhir pendidikan Islam adalah manusia yang berakhlak mulia. Dengan mengutip surat At-Takwir ayat 27, Jalal menyatakan bahwa tujuan itu adalah untuk semua manusia, jadi menurut Islam pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia menjadi hamba yang selalu beribadah kepada allah SWT.

Sedangkan kurikulum pendidikan Islam bersumber dari tujuan pendidikan Islam. (Ahmad Tafsir, 2007, p.46). Dimana tujuan pendidikan Islam memiliki perbedaan yang mendasar dengan tujuan pendidikan lainnya, misalnya saja tujuan pendidikan menurut paham pragmatisme yang menitikberatkan pada pemanfaatan hidup manusia di dunia, yang telah menjadi standar ukurannya sangat relatif dengan bergantung pada kebudayaan atau peradaban manusia. Di samping itu paham pragmatisme juga lebih mengedepankan  prospek pekerjaan dari pada peningkatan etika beragama. Sedangkan tujuan pendidikan Islam merupakan kebalikan dari sistem pendidikan pragmatis.

Tujuan Pendidikan dalam Islam

Dalam mendidik manusia tentunya ada tujuan yang diharapkan bisa tercapai dari proses pendidikan tersebut. T.S Eliot mengatakan bahwa manusia harus mengambil tujuan pendidikannya dari pandangan hidup (world view). Jika pandangan hidupnya adalah Islam maka tujuan pendidikannya juga haruslah diambil dari ajaran Islam.

Para pakar pendidikan menggagas tujuan pendidikan Islam berbeda-beda. Al-Attas menghendaki tujuan pendidikan Islam adalah manusia yang baik. Marimba (1964:39) berpendapat bahwa tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya orang yang berkepribadian muslim. Al-Abrasyi dalam Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam (1974:15) menghendaki tujuan akhir pendidikan Islam adalah manusia yang berakhlak mulia.

Sedangkan menurut Abdul Fattah Jalal dalam Azaz-Azas Pendidikan Islam (1988) disebutkan bahwa tujuan umum pendidikan Islam adalah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Ia mengatakan bahwa tujuan ini akan mewujudkan tujuan-tujuan khusus. Dengan mengutip surat Al-Takwir ayat 27, Jalal menyatakan bahwa tujuan itu adalah untuk “semua manusia” menjadi manusia yang menghambakan diri kepada Allah, ini tentu senada dengan perintah Al-Qur’an surat Al-Dzariyat ayat 56.

Tujuan pendidikan islam yang begitu mulia ternyata belum seutuhnya dipraktekkan dalam setiap lembaga pendidikan islam yang ada. Lembaga pendidikan islam ternyata belum mampu menghasilkan peserta didik yang berakhlak mulia dan menghambakan diri kepada Allah SWT. Menurut al-Attas dalam Secularism and the Philosophy of the Future, problem yang terjadi dalam tubuh umat islam ini dikarenakan dua sebab, yaitu eksternal dan internal.

Sebab eksternal dikarenakan oleh tantangan hegemoni Barat dalam bidang budaya, sosial, politik dan agama. Sedangkan penyebab internal tampak dalam tiga bentuk fenomena yang saling berhubungan, yaitu kekeliruan dan kesalahan dalam memahami ilmu beserta aplikasinya, ketiadaan adab, dan munculnya pemimpin-pemimpin yang tidak layak memikul tanggungjawab dengan benar di segala bidang.

3 Responses

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *