Menjelang berakhirnya Perang Dunia II, pilot Kamikaze Jepang melakukan serangan bunuh diri. Serangan tersebut membunuh 7000 tentara Amerika dan Inggris. Pada 23 Juli 1983 kelompok Macan Tamil (The Liberation Tigers of Tamil Eelam) menyerang pemerintah Sri Lanka dan menewaskan 100.000 korban. Namun, tidak ada yang mengutuk peristiwa tersebut sebagai tindakan teroris beragama. Tidak ada juga yang menghujat agama para pilot Kamikaze dan kelompok Macan Tamil.
Berbeda dengan peristiwa serangan 11 September 2001 yang menimpa gedung World Trade Center di New York City yang menewaskan sekitar 3000 korban. Pasca peristiwa itu Amerika mengutuk dan menuduh bahwa pelaku serangan tersebut adalah kelompok Islam Teroris atau Islam Radikal yaitu kelompok al-Qaeda yang dipimpin oleh Osama bin Laden. Tuduhan tersebut akhirnya berkembang pesat tidak terkontrol. Dan semua orang mulai benci, takut bahkan anti dengan Islam (islamophobia).
Sayangnya, para Pemimpin Muslim tidak ada yang berusaha menjelaskan kepada dunia bahwa Islam bukan agama teror. Yang terjadi justru sebaliknya, mereka berlomba-lomba membuktikan diri sebagai pemimpin yang moderat karena takut disebut bagian dari kelompok Islam Radikal. Sejak itulah istilah Islam Radikal dan Islam Moderat mulai akrab di telinga masyarakat dunia.
Penulis berusaha mengkaji fenomena Islam Radikal dan Islam Moderat yang sedang berkembang di dunia Islam saat ini. Sekaligus menganalisa istilah-istilah kunci terkait fenomena tersebut menggunakan pendekatan konseptual dengan menjelaskan kembali konsep wasathiyyah sebagai jawaban atas konsep moderasi Islam.
Benang Merah Propaganda War on Terror
Sejak terjadinya peristiwa serangan 9/11 pemerintah Amerika Serikat yang saat itu dipimpin oleh presiden George W. Bush mengeluarkan ultimatum “War on Terror”. Sejak saat itu berbagai negara ikut mengamini sekaligus mengambil peran. Perang terhadap terorisme pun berkembang menjadi pre-emptive doctrine yang berlanjut menjadi invasi ke Afghanistan hingga Irak. Di penjara Guantanamo dan Abu Ghraib berbagai pelecehan agama dan penyiksaan fisik dilakukan oleh Amerika terhadap tahanan perang yang dituduh sebagai kelompok Islam Radikal. Pada waktu yang sama propaganda perang melawan Islam radikal di berbagai negara terus dilakukan.
Berdasarkan laporan Costs of War, Watson Institute, hingga saat ini telah terdapat 76 negara dengan 39% dari jumlah penduduk di bumi ini yang terlibat dalam propaganda War on Terror. Di antara negara yang masuk daftar 76 negara tersebut adalah Afghanistan, Suriah, Irak, Yaman, Libya, dan Somalia. Sejak Amerika melakukan invasi terhadap Afghanistan pada tahun 2001 hingga menguasai Baghdad pada tahun 2003 berbagai konflik internal dan eksternal sesama umat Islam terus terjadi.
Prof Michel Chossudovsky, pakar teori konspirasi dari Universitas Ottawa sekaligus Pimpinan Global Research: Centre for Research on Globalization melakukan penelitian tentang Global Terorism. Ia mengemukakan bahwa War on Terror merupakan doktrin penyebaran hegemoni global Amerika dalam menciptakan Tatanan Dunia Baru (The New World Order). Dalam bukunya yang berjudul America’s War on Terrorism (2001:209)ia menegaskan bahwa terorisme sengaja dibuat oleh Amerika untuk memaksa seluruh negara di dunia agar membuat Undang-Undang Anti-Terorisme. Undang-Undang tersebut merupakan keharusan bagi negara yang mengikuti Amerika dalam memerangi terorisme. Jika suatu negara tidak mengikuti langkah tersebut maka akan menjadi musuh. Propaganda melawan terorisme akhirnya menjadi pembenaran yang nyaris sempurna atas segala tindakan intervensi terhadap negara manapun yang dikehendaki Amerika Serikat.
Hingga saat ini berbagai bentuk intervensi terus dilakukan terhadap negara berbasis Islam. Salah satunya Arab Saudi. Berdasarkan laporan Independent Task Force on Terrorist Financing (2002) yang disponsori oleh Council on Foreign Relations, Amerika menuduh Arab Saudi telah mendanai aksi ekstremisme di seluruh dunia hingga ratusan juta dolar. Fakta seperti ini menggambarkan gagasan Graham E. Fuller dalam buku A World Withaut Islam (2010) bahwa dulu Barat memerangi Anarkisme, Nazi, Fasis, Komunis, dan saat ini berperang dengan Islam Radikal. Karena Islam dianggap mengajarkan ekstremisme dan terorisme.
Pada dasarnya, tidak ada agama yang mengajarkan terorisme. Baik itu agama Hindu, Kristen, atau Islam. Sebab dasar dari agama adalah nilai-nilai kasih sayang, keadilan, dan toleransi. Namun, yang terjadi saat ini adalah para pemimpin Barat semakin keras melakukan propaganda terhadap Islam menggunakan istilah Islam Teroris atau Islam Radikal. Dan sebagai antithesis istilah tersebut Barat mengenalkan kelompok baru yang mereka sebut dengan kelompok Islam Moderat.
Noam Chomsky dalam bukunya Pirates and Emperors, Old and New International Terorism in The Real World (2002:24) mengatakan bahwa saat ini terdapat konsep baru yaitu “Ekstrimis” dan “Moderat”. Predikat moderat diberikan kepada pihak yang telah mendukung kebijakan Amerika dan sekutunya. Adapun predikat ekstrimis diberikan kepada pihak yang menentang, mengusik, bahkan mengancam segala kebijakan Amerika dan sekutunya.
Pernyataan Chomsky dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan Islam Moderat adalah Islam yang tidak anti Barat sedangkan Islam Radikal adalah Islam yang selalu menentang kebijakan Barat. Dengan kedua prediket tersebut, Amerika dan sekutunya akan lebih mudah memetakan antara kawan dan lawan. Sehingga mereka akan lebih mudah melakukan intervensi terhadap dunia Islam. Hal ini memperkuat teori Samuel Huntington tentang terjadinya Clash of Civilization bahwa Islam adalah musuh Barat berikutnya.
2 Responses