Kemarahan umat islam di dunia belum reda. Kemarahan tersebut disebabkan oleh sebuah film amatir berjudul “Innocence of Muslim”. Film tersebut memang film amatiran. Tapi, masalahnya bukan soal amatir atau profesional. Isi atau pesan dari film pendek itulah yang membuat umat Islam dunia geram. Bagaimana tidak, produser Sam Bacile menggambarkan nabi Muhammad SAW dengan begitu keji. Nabi Muhammad SAW (dalam film tersebut) digambarkan sebagai seorang phedofilia, pecinta wanita, suka membunuh orang, dll. Gambaran Rasulullah SAW yang demikian tentu salah besar. Maka, wajar apabila umat Islam marah dan mengecam film tersebut.
Kasus yang demikian bukanlah hal yang baru. Islam memang selalu menjadi bulan-bulanan penghinaan oleh musuh Islam. Seakan-akan itu memang hobi mereka. Akan tetapi, yang menjadi pertanyaan adalah kenapa Islam begitu mudah dihinakan. Menurut penulis ada dua masalah utama yang harus dijadikan bahan introspeksi bagi umat Islam.
Masalah Internal
Menurut Hamid Fahmy Zarkasyi (direktur INSIST), masalah internal ini terjadi dalam diri umat Islam sendiri. Baik secara individu maupun secara global. Jika kita mau membuka diri sedikit saja mencoba untuk jujur melihat kasus tersebut melalui kacamata diri kita (umat Islam) maka kita akan mendapati banyak cela yang justru cela tersebut telah dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam.
Masalah ilmu, amal dan iman. Itulah poin penting yang menurut penulis beresiko untuk menjadi kesempatan mereka untuk menghina Islam. Ilmu, ilmu umat Islam belum mencerminkan keimanannya terhadap Allah SWT dan Muhammad SWT. Pasalnya, ilmu yang kita pelajari di sekolah-sekolah adalah ilmu-ilmu sekuler, ilmu liberal bahkan ilmu yang tidak bersumber dari al-Qur’an. Sekalipun ternyata dipelajari oleh umat Islam. Problem ini tentu sangatlah serius berdampak negatif terhadap peradaban umat Islam.
Peradaban Islam yang sejatinya berdasarkan ilmu pengetahuan yang berlandaskan al-Qur’an dan al-Hadits ternyata telah ternodai oleh ilmu-ilmu sekuler. Mirisnya, umat Islam lebih bangga dan senang belajar ilmu-ilmu sekuler dari pada ilmu-ilmu Islami.
Karena ilmunya sekuler, bisa jadi amalnya atau perbuatannya pun menerapkan nilai-nilai sekuler. Di mana umat Islam beramal hanya dengan ilmunya (sekuler) tanpa melibatkan keimannya terhadap Allah SWT.
Dari sini, penulis melihat hal ini memang benar-benar telah terjadi di dalam diri umat Islam, yang mana amalnya tidak mencerminkan keimanannya terhadap Allah dan tidak pula bersumber dari ilmu-ilmu Allah SWT. Inilah masalah internal yang seharusnya menjadi bahan koreksi diri mengapa umat Islam sangat mudah dihina dan dilecehkan.
Masalah Eksternal
Masalah ini pun tidak kalah dampak negatifnya terhadap umat Islam. Penyebab dari mudahnya musuh Islam menghina Islam bisa jadi lemahnya undang-undang perpolitikan di negara-negara Islam. Ini pun bisa menjadi celah yang dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam. Karena negara Islam begitu bergantung kepada negara musuh Islam maka mereka pun memanfaatkan jaringan tersebut.
Memang pelecehan terhadap Islam adalah bukti kebencian atau ketakutan mereka terhadap Islam. Akan tetapi, sikap tersebut adalah watak dasar musuh-musuh Islam. Dari awal agama Islam diturunkan, musuh-musuh Islam sudah hawatir nantinya agama Islam akan menguasai dunia. Ketakutan inilah yang menjadi semangat mereka untuk selalu mencari cara bagaimana cara menghilangkan Islam di muka bumi ini. Jadi, tidak heran jika musuh Islam selalu merendahkan agama Islam di mana pun mereka berada.
Penulis melihat kasus eksternal ini memang dibumbui oleh kebencian mendalam. Tapi, bukan berarti kebencian tersebut harus dibalas dengan kebencian pula. Justru dengan pendekatan intensiflah perdamaian akan bisa terwujud. Berdamai bukanlah tanda dari kekalahan. Ini demi maslahat umat Islam di dunia.
Memang, kemarahan tidak bisa dielakkan jika yang terjadi adalah pelecehan bahkan fitnah. Namun, menurut penulis, kemarahan yang dipertegas dengan tindakan-tindakan positif inilah yang Insya Allah mampu menjadikan Islam sebagai agama yang menghormati kehidupan dan dihormati.
Perang bukanlah solusi, sebab peperangan memiliki dampak negative yang lebih besar. Jika perang opini saja tidak masalah. Sebab hal itu akan berbuah positif juga. Intinya adalah sebesar apapun kemarahan kita harus tetap menghasilkan sesuatu yang positif.
Kasus Innocence of Muslims seharusnya menjadi kasus pelecehan yang tidak bisa dianggap biasa-biasa saja. Akan tetapi, hal ini justru dianggap biasa oleh presiden Amerika, Michael Obama. Terlebih Obama yang baru-baru ini menyatakan bahwa dirinya tidak bisa melarang sebuah kebebasan berekspresi. Termasuk kebebasan menghina agama Islam. (Republika, 26/09/2012). Ini bukti bahwa kebebasan di Amerika benar-benar telah kebablasan.
Pelecehan seperti ini akan benar-benar bisa dihentikan apabila umat Islam mulai mengantisipasi dan mencari solusi dari masalah internal dan eksternal tadi. Solusi nternal akan mampu membuat umat Islam sadar akan kekurangan dan kelemahannya. Sedangkan, solusi eksternal akan mampu menjadi tembok yang kokoh untuk menjaga aqidah umat Islam supaya tidak mudah dipermainkan.
Sebagai catatan akhir, penulis ingin mempertegas lagi bahwa pelecehan tersebut tidak akan pernah berhenti sampai di sini. Kebencian musuh Islam akan terus diwujudkan melalui berbagai macam fitnah-fitnah yang lainnya. Jadi, untuk meminimalisir ruang gerak mereka, penulis menyarankan kepada semua pihak umat Islam kembali merapatkan barisan dan saling mengoreksi kelemahan masing-masing baik itu yang berperan di bidang pendidikan, sosial, agama, politik, ekonomi, budaya, dll. Sudah saatnya kembali ke peradaban ilmu yang Islami dan bukan peradaban yang sekuler. Jangan bangga belajar ilmu umum atau ilmu agama apabila itu tidak mampu mengantarkan kita ke jalan Allah SWT.
One Response